Jumat, September 16, 2016

Sepotong Aspek Qira'atul-Qur'an

Materi kali ini saya buka dengan tanya jawab antara saya dan murid saya yang mengajukan pertanyaan via email sekira 2 tahun yang lalu. Begini potongan pertanyaannya:

"v dah nanya maksud yg ummi itu,
jd kata beliau ini sebetulnya rasulullah itu bukan tidak bisa baca bukan tidak paham.
seperti di surat al.mukminun ayat 108, 107, 111

penulisan قا ل
ayat 108 ditulis قا ل
ayat 107 dan 111 ditulis قل

dari sini bisa jadi rasulullah itu dibimbing oleh Allah.."

Saya jawab:

"Kalau saya menilai pernyataan beliau tentang definisi ummiy dan penulisan Al-Quran, sepertinya pakai logika ya.

Coba merujuk kembali sejarah bagaimana wahyu itu ditulis, baik di zaman Nabi hidup maupun sesudahnya, termasuk saat penyusunan mushhaf di masa kekhalifahan Utsman. Dari situ terlihat bahwa keterlibatan Nabi bisa dikatakan dalam penyusunan urutan/penempatan ayat, tetapi tidak dalam penulisannya. Adapun penulisannya, semata-mata dari para shahabat penulis wahyu.

Mungkin jadi timbul pertanyaan, bagaimana kalau shahabat itu asal menulis atau salah menulis?

Saya jawab, tidak mungkin. Kenapa? Karena pada saat penulisan wahyu (maksudnya yang kita kenal sekarang ada pada mushhaf yang kita pegang), pasti ada saksinya. Bahkan pada saat pengumpulan tulisan wahyu dalam satu mushhaf di masa Abu Bakar, tidak akan diterima tulisan tersebut, kecuali ada 2 saksi yang menyaksikan bahwa tulisan tersebut dibuat di hadapan Nabi.

Adapun perbedaan tulisan dalam satu mushhaf, saya pandang ini konsekuensi dari penulisan wahyu yang harus bisa dibaca dengan qira'ah sab'ah (tujuh qiraah). Para shahabat penulis wahyu di masa kekhalifahan Utsman berusaha menulis dengan tulisan yang bisa tetap menjaga qiraah-qiraah tersebut. Bahkan konsekuensinya, jumlah mushhaf resmi sebenarnya lebih dari satu, semata-mata untuk menjaga qiraah-qiraah tersebut.

Saya tidak tahu apakah Akang yang menerangkan tulisan Al-Quran itu belajar qira'ah sab'ah atau tidak. Kebetulan saya pernah belajar, jadi saya tahu benar bahwa lafazh  ?? itu bisa dibaca dengan cara berbeda, misalnya; "qoola" dan "qul", menurut qiraah yang berbeda. Bahkan saya punya satu mushhaf yang isinya mencakup cara bacanya dengan tujuh qiraah yang berbeda."

Ada beberapa hal yang patut jadi perhatian:

  1. Kita perlu mengerti tentang sejarah Islam. Sebenarnya kalau kita belajar hadits, kita dengan sendirinya juga belajar sejarah, karena sejarah Islam ditulis berdasarkan hadits juga.
  2. Kita perlu mengerti bahwa Al-Quran diturunkan dengan beberapa qira'aat. Mushhaf yang ditulis resmi pada zaman kekhalifahan Utsman, dapat mengakomodir qira'ah-qira'ah yang berbeda. Tetapi yang selama ini kita pelajari, bahkan mushhaf yang selama ini kita pakai, dapat dikatakan berdasarkan qiraah Imam Hafs. 
  3. Mempelajari Al-Quran tidak cukup hanya berlandaskan bisa bahasa Arab saja, apalagi cuma didukung logika. Belajar Al-Quran harus komprehensif ditinjau dari banyak ilmu-ilmu Al-Quran.
Ditulis untuk materi Kuliah via WA grup Alumni Al-Ikhlas, Kubang Selatan, Coblong, Bandung

Tidak ada komentar: