Kamis, November 15, 2007

Membentuk karakter anak

Suatu saat saya pernah melihat secara sekilas sinetron “Bajaj Bajuri” di TV. Dalam sinetron itu si Oneng sering disebut oleh Emak, ibunya Oneng, dengan “Blo’on” atau suaminya dengan “O’on”. Saya jadi teringat pembahasan sikap ibunya ini dalam majalah “Auladi” (http://www.klik-auladi.com/) oleh seorang pakar di mana disebutkan di situ bahwa sikap Emak tersebut tidaklah semestinya karena kata-kata ibu itu merupakan doa bagi anaknya. Makanya jangan heran kalau Oneng blo’on karena didoakan terus oleh si Emak untuk jadi blo’on.
Tidak bisa dipungkiri bagaimana kata-kata orang tua dapat membentuk karakter anak. Contohnya seperti cerita di atas. Contoh lain dalam hal peniruan anak terhadap contoh dari orang taunya. Salah seorang kerabat saya mempunyai anak kecil yang suka membentak dan membangkang ibunya. Saya tidak heran karena ibunya sendiri suka membentak dan membangkang nenek anaknya (ibunya si ibu itu) di hadapan anaknya itu. Contoh lain lagi adalah tetangga saya yang mempunyai anak kecil juga yang suka memaki-maki. Saya tidak heran juga karena bapak dan ibunya memang suka memaki-maki. Hal seperti ini biasa terjadi kalau orang tua tidak bisa mengendalikan emosinya. Makanya kalau kita orang tua sedang marah ke anak, jangan sebut ia dengan sebutan-sebutan yang jelek. Panggil saja dengan “Sholeh!” (kalau anak laki-laki) atau “Sholehah!” (kalau anak perempuan). Biar mereka jadi anak sholeh/ah gitu, sekalipun kita lagi jengkel dengan sikap mereka.
Makanya saya jadi berhati-hati kalau berbicara dan bersikap di depan anak-anak saya. Untungnya kalau saya salah, istri saya suka menegur. Bahkan anak-anak saya juga kalau mendapati saya bersikap tidak baik yang tidak sesuai dengan kata-kata yang saya berikan kepada mereka, mereka bisa mengkritik. Dan biasanya saya langsung meminta maaf di hadapan mereka dan saya katakan bahwa saya tidak akan lagi bersikap begitu (Begitulah, orang tua tidak perlu malu meminta maaf kepada anak-anaknya).
Bahkan Nabi Muhammad telah memberi tuntunan kepada para suami yang mau “mendatangi” istrinya untuk berdoa sebelumnya dengan: “Bismillaah, Allaahumma jannibnasy-syaithaana wa jannibisy-syaithaana maa razaqtanaa” yang artinya kurang lebih: “Dengan nama Allah, Ya Allah, jauhkanlah kami dari syetan dan jauhkanlah syetan dari apa yang Engkau rizqikan kepada kami (yaitu anak)”. Berarti dengan begini, orang tua sudah secara nyata membangun proteksi bagi anaknya, bahkan sebelum si anak itu “ada”. Tentunya proteksi dari syetan ini mempunyai maksud agar si anak tidak mudah tergelincir oleh syetan dan mempunyai “perilaku syetan”.
Disadari atau tidak, diakui atau tidak, kita sebagai orang tua berperan membentuk karakter anak-anak kita. Mau jadi apa dan mau bagaimana mereka, ya tergantung kita juga. Tinggal bagaimana kita bersikap yang semestinya.
Mudah-mudahan dapat menambah pencerahan yang sudah ada...