Rabu, Mei 29, 2013

Kepasrahan Luar Biasa

Akhir September 2012 yang lalu, saya terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dari perusahaan tempat saya bekerja waktu itu. Tidak pernah ada diskusi sebelumnya untuk PHK ini (sebagaimana diatur dalam Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2009), diputuskan begitu saja dari pemilik perusahaan. Mengagetkan? Memang. Bagaimana tidak? Pihak manajemen datang pada jam kerja, minta bertemu saya, dan begitu bertemu secara tertutup, langsung memberitahukan bahwa saya diberhentikan. Mengherankan juga, karena saya tidak pernah melalaikan tugas, bahkan semua tugas (baik yang saya "sukai" maupun yang tidak) selalu bisa saya selesaikan dengan semua laporannya, bahkan sebelum tenggat waktunya.

Saya sendiri merasa tidak punya kesalahan. Mungkin Anda bertanya, bagaimana saya tahu bahwa itu semua bukan kesalahan saya? Ya tentu saja dari alasan yang disampaikan pihak manajemen kepada saya. Kalau alasannya karena kesalahan saya, ya mestinya ada peringatan dulu sebelumnya, semacam SP (Surat Peringatan) lah: SP1, SP2, dst sampai PHK.

Tapi sudahlah, tidak usah membahas yang begituan. Secara prinsip, itu qadar dari Allah, sekalipun qadar yang buruk. Sebagai orang beriman, ya harus tetap mengimani qadar Allah, baik atau buruk. Dan seharusnya orang beriman selalu berpikir positif dan bersikap dengan benar: kalau mendapat kebaikan ya bersyukur, kalau mendapat keburukan ya bersabar, maka in syaa'allaah semua keadaan menjadi kebaikan. Secara khusus, bahkan jika mendapat musibah, Nabi Muhammad mengajarkan untuk membaca doa: "Allaahumma'jurnii fii mushiibatii wakh-luf lii khairan minhaa" (Ya Allah, berilah aku ganjaran dalam musibahku dan berilah aku ganti yang lebih baik daripadanya).

Oh ya, karena saya masih diberi perpanjangan bekerja selama satu bulan (yang sebenarnya hanyalah waktu untuk mentransfer kerjaan kepada teman satu departemen yang "selamat"), maka pada hari pemberitahuan PHK itu, saya masih bekerja sampai sore dengan semestinya. Malamnya setelah di rumah dan setelah semua anak-anak tidur, baru saya ajak istri saya untuk mengobrol. Dengan pelan-pelan saya ceritakan kejadian pemberitahuan PHK tadi kepadanya. Pada awalnya istri saya cukup terkejut dengan apa yang telah terjadi itu, terlihat dari perubahan wajahnya. Tapi kemudian wajahnya kembali biasa lagi.

Satu hal yang membuat saya merasa bersemangat adalah ketika saya kemudian bertanya kepada istri saya, apakah dia tetap akan mendukung saya dalam kondisi begini, sekalipun nanti saya tidak lagi bisa memberi sebanyak sebelum saya kena PHK? Jawabnya ya, dia akan tetap mendukung saya. Dia katakan bahwa rizqi sudah ada yang mengatur, yaitu Allah.

Sampai saat tulisan ini ditulis, memang ternyata apa yang saya dapat dari pekerjaan saya sekarang tidaklah sebanyak saat saya bekerja di perusahaan sebelumnya yang melakukan PHK di atas. Bahkan bisa dikatakan bahwa yang saya dapat sekarang jauh lebih kecil. Tapi hebatnya istri saya, tetap saja dia tidak mengeluh atau menunjukkan ketidaksukaan dengan kondisi saya saat ini. Memang ada saja kondisi keuangan yang membuat kami kadang-kadang harus berpikir dalam-dalam, memutar otak supaya dapat mengatasi kondisi yang ada. Dan alhamdulillaah, sekalipun bisa kami jalani dengan tertatih-tatih karena kondisi yang berat ini, dengan entengnya istri saya berkata bahwa tetap saja kami dapat hidup, bukan?

Hmm..memang kepasrahan yang luar biasa...