Kamis, Februari 21, 2008

Allah itu Maha Kaya...

Alhamdu lillaah, setelah sekian lama tidak bisa melakukan posting ke blog ini, akhirnya tercapai juga sekarang. Sebabnya biasa saja…kerjaan kantor yang terus menerus datang, kerjaan dari kampus yang terus sambung menyambung, serta keriuhan rumah tangga dengan anak-anak yang suka bercanda ria dengan ributnya dan suka merebut waktu memakai komputer di rumah, membuat saya tidak bisa leluasa menulis di komputer kantor maupun komputer di rumah.
Kemarin mati listrik dari sore sampai malam berjam-jam. Ini mungkin gara-gara defisit energi listrik ya? Tapi lumayan, anak-anak bisa disuruh tidur cepat setelah shalat Isya’ dan saya bisa ngobrol lama dengan istri. Ngobrol tentang apa? Banyak, salah satunya tentang rizki.
Nostalgia nih…Setelah saya lulus kuliah S1, saya langsung mengajar di beberapa tempat di mana ada satu yang cukup memberikan penghasilan yang besar sedangkan yang lain jadi tambahan. Setahun kemudian, saya meneruskan kuliah S2 sambil tetap mengajar. Setahun berikutnya saya menikah dengan istri saya ini. Setahun kemudian lagi lahir anak pertama. Setahun berikutnya lagi lahir anak kedua. Selang empat tahunan kemudian, lahir anak ketiga.
Omong-omong, dengan tiga anak ini, kami masih belum punya rumah sendiri. Soal rumah ini salah satu bahasan yang saya obrolkan dengan istri. Ketika awal kami membangun rumah tangga, kami jadi kontraktor (maksudnya ngontrak rumah). Setelah anak pertama lahir, kami tinggal di paviliun milik orang tua istri saya agar dekat dengan ibunya untuk menemani beliau karena bapaknya baru saja meninggal. Baru setelah beberapa tahun di situ sebelum kelahiran anak ketiga, kami berpindah ke rumah kakaknya yang kebetulan kosong tidak dipakai, sampai sekarang. Praktis selama ini kami berpindah-pindah tempat tinggal di rumah-rumah yang bukan milik sendiri.
Kenapa belum punya rumah sendiri ya? Biasa…belum ada dana untuk itu. Ingin punya rumah sendiri? Jelas! Ini pula yang kami bicarakan. Kenapa? Karena jelas lebih bebas untuk mengelola rumah tangga di rumah sendiri. Kalau di rumah orang lain, sekalipun punya saudara sendiri, tetap saja tidak bisa leluasa.
Tapi kami tidak pernah menyalahkan Allah jika keadaan kami masih begini sementara banyak orang lain yang telah mempunyai rumah. Tidak pantas jika kami merasa iri dengki kepada mereka karena kami harus ridha dengan takdir yang Allah tetapkan ini. Yang pasti kami berdoa dan berusaha, salah satunya dengan berusaha menabung, agar suatu saat kami bisa mendapatkan yang kami inginkan ini. Oh ya, setelah menikah, istri saya yang semula bekerja di rumah sakit sebagai PNS, keluar dari sana untuk mengurus rumah tangga. Dengan kata lain, pendapatan keluarga hanya berasal dari penghasilan saya.
Mungkin ada yang mempertanyakan, memangnya penghasilan selama ini tidak cukup untuk mewujudkan keinginan mempunyai rumah? Terus terang, kami baru beberapa tahun membina rumah tangga. Dan selama waktu yang pendek ini, ada beberapa kejadian yang sangat menguras keuangan keluarga, misalnya istri dan anak-anak yang beberapa kali dirawat di rumah sakit karena istri mengalami beberapa kali keguguran, sedangkan anak-anak (pertama dan kedua) kena demam berdarah. Ditambah lagi saya kena PHK, justru dari tempat yang memberikan penghasilan paling besar, sekalipun saya tetap bersyukur bahwa gantinya ternyata lebih baik.
Pada dasarnya, itulah dinamika hidup. Ada saatnya di atas, ada saatnya di bawah. Tidak bisa dipastikan bahwa grafik hidup akan selalu naik. Tapi yang pasti, sebagai orang beriman, jika kita mengalami musibah maka kita harus bersabar, dan jika kita mendapat karunia maka kita harus bersyukur. Dan khusus untuk saya, sekalipun banyak orang yang “lebih sejahtera”, ternyata saya “masih bisa melakukan banyak hal” dengan kondisi saya sekarang, sementara banyak juga yang lain yang “tidak bisa berbuat apa-apa” dengan kondisi mereka. Bersyukur? Jelas!
Dan khusus untuk saya lagi, ternyata dengan bertambahnya anak, taraf kehidupan kami juga “lebih baik”. Sekalipun tadi, diselingi segala macam: keuangan yang kadang-kadang terkuras, PHK, dan sebagainya. Makanya saya bisa berkata:
ANAK-ANAK ADALAH MILIK ALLAH YANG DIA TITIPKAN KEPADA KITA. TIDAK MUNGKIN ALLAH YANG MAHA KAYA MENITIPKAN MAKHLUKNYA KEPADA KITA TANPA MEMBERI “BEKAL” YANG CUKUP BUAT MEREKA HIDUP.
Makanya jangan khawatir dengan masalah rizki. Tiap anak ada rizkinya masing-masing. Jangan khawatir dengan adanya anak (yang bertambah). Kita orang tua cukup berusaha sungguh-sungguh menjemput rizki dari-Nya. Allah pasti tetap akan menyediakan kebutuhan kita, termasuk rumah buat kami!