Jumat, Desember 09, 2016

BANYAK CARA DALAM SHALAT

Saya buka dengan cerita yang terjadi pada pekan lalu setelah mengajar beberapa bapak tetanga-tetangga saya di masjid tempat tinggal saya tentang shalat menggunakan "Diktat Shalat" yang ditulis salah seorang ustadz saya dulu. Diktat ini memang ringkas, tetapi dalam tiap satu bahasan mencakup beberapa hadits yang menjelaskan beberapa macam cara yang diajarkan Nabi Muhammad SAW. Salah seorang bapak berkomentar bahwa bahasan yang disampaikan bagus karena menjelaskan "banyak cara" (maksudnya tidak terpatok pada satu cara saja). Tapi kemudian beliau bertanya, lalu adanya madzhab-madzhab itu bagaimana ya?

Saya kemudian jelaskan secara singkat bahwa ulama zaman dahulu, termasuk yang disebut sebagai para imam madzhab dulu, punya "keterbatasan" dalam mendapatkan hadits, tidak sama dengan zaman kita yang bisa mengakses hadits dengan mudah, misalnya dari kitab-kitab yang tercetak banyak (Bahkan ada perangkat lunak yang sudah mencakup semua kitab hadits!). Sekalipun begitu, hadits yang mereka kuasai jelas banyak, sementara orang-orang awam tidak banyak tahu. Nah, pada saat orang-orang awam itu butuh jawaban atas permasalahan mereka, bertanyalah mereka kepada para imam tersebut. Fatwa yang dikeluarkan itu kemudian diikuti oleh orang banyak. Akhirnya semakin banyak yang mengikuti fatwa-fatwa mereka. Nah jadilah ini sebagai madzhab.

Sebenarnya dalam acara belajar itu sempat saya sampaikan bahwa dengan belajar banyak hadits, akan dapat kita lihat bahwa Nabi sendiri untuk beberapa perkara mengajarkan banyak cara (misalnya dalam hal qiraat Al-Quran). Dalam soal shalat pun, ternyata dalam hal gerakan atau bacaan, ada cara yang berbeda-beda. Oleh karena itu, dengan melihat fakta ini, kita mestinya tidak boleh begitu saja terpaku pada satu pemikiran. Ima m Ahmad bin Hanbal, sebagai murid Imam Asy-Syafi'i saja bisa berbeda pendapat (meskipun kedua-duanya sama-sama tawadhu' dan saling memuji). Dengan banyak belajar hadits (termasuk yang berbeda-beda), akhirnya kita kan tahu banyak hal, termasuk mudah memahami perbedaan pendapat. Tentu sebagai catatan dari saya: asal didasari oleh hadits yang shahih dan istinbath (cara pengambilan hukum) yang benar.

Mudah-mudahan pada sisa umur ini, kita semua masih dapat mempelajari hadits-hadits Nabi dengan lebih intensif lagi.

Aamiin.

Ditulis untuk materi kuliah via WA grup Alumni Al-Ikhlash, Kubang Selatan, Coblong, Bandung.